Prabowo dan Penculikan Aktivis 1998

(Masih lanjutan dari buku  Sintong Panjaitan : Perjalanan Seorang Parjurit PARA KOMANDO)

Yah….masih berusaha meneruskan menulis ringkasan cerita Sintong Panjaitan tentang hubungan Prabowo dan penculikan aktivis pada 1998. Kalau sudah membaca posting tentang Prabowo di Mata Sintong Panjaitan, maka kita tahu bahwa penculikan merupakan modus berulang yang dilakukan oleh menantu Jenderal Besar Soeharto itu.

Titik Soeharto, mantan isteri Prabowo versi Time May 24,1999: Hates dog, she slept in one room; her husband  and his Alsatians in another

Titiek Soeharto, mantan isteri Prabowo; versi Time May 24,1999: Hates dog, she slept in one room; her husband and his Alsatians in another

Kalau dalam peristiwa 1983, Prabowo gagal menculik Jenderal Benny Murdani dkk dengan tuduhan makar, maka berlainan halnya pada tahun 1998. Seperti sudah diketahui  pada tahun itu Prabowo  diadili oleh Dewan Kehormatan Perwira (DKP) untuk mempertanggungjawabkan kasus penculikan aktivis. Hasilnya  anggota tim Mawar dinyatakan bersalah dan dihukum. Panglima ABRI atas rekomendasi DKP memberhentikan Prabowo dari dinas militer.

Peristiwa ini bermula dari perintah lisan Prawobo sebagai Komandan Kopassus kepada mayor Bambang Kristiyono untuk mengumpulkan data tentang kelompok / aktivis garis keras. Tahun 1997 akan diselenggarakan Pemilu dan Sidang Umum MPR pada tahun berikutnya. Prabowo memandanh bahwa keberadaan kelompok garis keras ini berpotensi menggagalkan dua agenda penting tersebut.

Berdasar perintah Prabowo, Bambang Kristiyono segera membentuk Tim Mawar yang beranggotakan 10 orang perwira dan bintara dari Detasemen 81 /Antiteror. Tugas mereka mencari dan mengungkap  segala ancaman stabilitas. Tim Mawar bergerak secara rahasia atau biasa disebut undercover.

Peristiwa ledakan di rusun tanah Tinggi mendorong Bambang Kristiyono untuk meningkatkan kerja timnya. Salah satu caranya dengan melakukan penangkapan terhadap mereka. Tugas dilaksanakan dalam suasana tertib sipil. Yang perlu diperhatikan dalam ketentuan ini adalah bahwa mereka yang ditangkap adalah laki-laki belum berkeluarga, belum dikenal masyarakat tetapi punya intensitas kegiatan yang menonjol.

Setelah seorang bawahan melaksanakan tugas, baik atas perintah atasan maupun inisiatif sendiri, ia harus minta izin atau melaporkannya kepada pimpinan. Sehubungan dengan adanya operasi ini mestinya Prabowo segera melaporkannya kepada panglima ABRI. Setelah tugas dilaporkan berarti pimpinanlah yang mengambil alhih tanggung jawab.

Menurut Sintong, Prabowo secara organisasi tidak memiliki wewenang operasional. Tetapi secara moral ia merasa harus melakukannya dengan pertimbangan “keselamatan negara dan bangsa”. Dalam ABRI memang bisa terjadi tindakan spontan jika ada ancaman nyata. Tetapi pelaksanaannya harus sesuai dengan prosedur militer. Sedangkan Prabowo dalam kasus penculikan ternyata tidak melaporkan sama sekali tindakannya tersebut kepada KSAD Jenderal Wiranto maupun panglima ABRI Jenderal Faisal Tanjung. Hal ini diakui sendiri oleh Prabowo dalam sidang DKP.

Sidang Mahkamah Militer sendiri akhirnya memutuskan menghukum sebelas anggota Tim Mawar yang sepuluh orang di antaranya adalah anggota Den 81 / Antiteror. Mereka adalah : Bambang Kristiyono, F.S. Multhazar, Sulistyo Budi, Yulius Servanus, Untung Budiharto, Dadang Hendrayudha, Djaka Budi Utama, Fauka Noor Farid; tiga orang bintara : Sunaryo, Sigit Sugiyanto dan Sukardi.

Letjen Prabowo dipersalahkan karena tidak mengetahui kegiatan bawahan dalam wewenang komandonya. Selanjutnya sidang DKP merekomendasikan sanksi administratif untuk Prabowo. Berdasar rekomendasi ini Prabowo diberhentikan dari dinas militer.

Selama sidang Mahkamah Militer yang mengadili  anggota Tim Mawar dan banyak opini berkembang di masyarakat bahwa persidangan tersebut hanyalah sandiwara saja. Rekayasa untuk melindungi dalang yang sebenarnya yaitu Danjen Kopassus Letjen Prabowo Subianto, terasa kentara. Selama persidangan itu tak seorang pun anggota Tim Mawar yang mengaku mendapat perintah dari Prabowo. Mereka hanya mengaku mendapat perintah dari Mayor Bambang Kristiyono. Akibatnya secara hukum pidana hanya yang disebut terakhir ini yang dapat dimintai pertanggungjawaban.

Dalam menanggapi kasus itu Sintong berpendapat bahwa pengakuan dan penolakan saksi dalam persidangan belum dapat digunakan sebagai alat bukti hukum. Walaupun seluruh anggota Tim Mawar mengaku mendapat perintah dari Mayor Bamabang Kristiyono, seharusnya oditur militer menelusuri asal perintah yang sebenarnya. Dalam hal tersebut, Prabowo jelas bertanggungjawab terhadap segala sepak terjang Tim Mawar, tetapi hukuman terhadapnya terasa melukai rasa keadilan masyarakat.

Sintong, yang lama berada di korps baret merah menangis mendengar keputusan ini. Ia merasa telah banyak andil mendidik kesatuan pasukan pilihan ini dari segi operasi dan latihan, termasuk kepada Prabowo sendiri, luhut Panjaitan, Hendropriyono, Muchdi Pr, dll. Ia tahu pasukan ini merupakan andalan di  Kopassus dan anggotanya dipilih dari pasukan infantri terbaik.

Ternyata dalam melakukan tugasnya mereka harus masuk penjara dan dipecat. Padahal Secara taktis dan teknis mereka tidak salah menjalankan tugasnya. mereka hanya menjalankan perintah dan melindungi atasan. Inilah salah satu sejarah pahit dalam sejarah ABRI menurut Sintong Panjaitan ****~“~****.

 

Artikel terkait :

Melacak Tim Mawar

Prabowo_dan_Kampung_Janda (PDF)

Syarat khusus wawancara dengan Prabowo

Prabowo dan Pergerakan Pasukan Liar (link download buku-buku terkait dalam PDF) 

 

7 thoughts on “Prabowo dan Penculikan Aktivis 1998

    • http://satutimor.com/2014/03/20/pengumuman-redaksi-tentang-opini-prabowo-dan-kampung-janda/
      Setelah Redaksi menerima sekian banyak komentar bahkan caci maki dan ancaman baik langsung dibawah tulisan “PRABOWO DAN KAMPUNG JANDA” maupun lewat e-mail, Redaksi menyadari bahwa Indonesia belum benar-benar merupakan Negara demokratis, kekuatan-kekuatan yang ter-hegemony oleh cara berpikir militersitik Orde Baru masih kental dalam masyarakat kita. Oleh karena itu, agar tidak menimbulkan kontroversi lebih lanjut dan interpretasi yang silang menyimpang maka kami Redaksi Satutimor.com memutuskan untuk menurunkan tulisan itu. Sekian dan terima kasih.
      Selamat berkarya dan berpolitik secara dewasa. Salam Indonesia Raya! Salam Satu Timor!
      ***** Tapi sudah saya upload versi PDF, lihat artikel terkait di atas.

      Suka

  1. Semua yang tahu adalah prabowo sendiri,prajurit adalah prajurit,semua pasti ada komando,dr berbagai versi dll saya tetap prabowo RI 1,

    Suka

    • Baca sekali lagi dengan teliti :
      Menurut Sintong, Prabowo secara organisasi tidak memiliki wewenang operasional. Tetapi secara moral ia merasa harus melakukannya dengan pertimbangan “keselamatan negara dan bangsa”. Dalam ABRI memang bisa terjadi tindakan spontan jika ada ancaman nyata. Tetapi pelaksanaannya harus sesuai dengan prosedur militer. Sedangkan Prabowo dalam kasus penculikan ternyata tidak melaporkan sama sekali tindakannya tersebut kepada KSAD Jenderal Wiranto maupun panglima ABRI Jenderal Faisal Tanjung. Hal ini diakui sendiri oleh Prabowo dalam sidang DKP.

      Bukan cuma Prabowo sendiri yang tahu. DKP tahu, Rakyat yang punya nalar dan moral ethics juga tahu. Anda punya hak untuk memilih siapapun. Tetapi setiap warga negara juga punya hak untuk mendapat informasi yang benar dan menyebarluaskannya tanpa ditakut-takuti, diancam atau diculik.

      Suka

Silakan tulis komentar